Imam Syafi'i yang dikenal sebagai pendiri madzhab Syafi'i memiliki nama lengkap Muhammad bin Idris As Syafi'i Al Quraisy. dengan kunyah (gelar bagi orang Arab) Abu Abdillah. Nasab beliau secara lengkap adalah Muhammad bin Idris bin al-'Abbas bin 'Utsman bin Syafi' bin as-Saib bin 'Ubayd bin 'Abdu Zayd bin Hasyim bin al-Muththalib bin 'Abdu Manaf bin Qushay. Beliau dilahirkan di daerah Ghazzah, Palestina pada bulan Rajab, tahun 150 H. Pada tahun itu pula, Abu Hanifah wafat sehingga dikomentari oleh al-Hakim sebagai isyarat bahwa beliau adalah pengganti Abu Hanifah dalam bidang yang ditekuninya.
Ketika Berumur 10 tahun, Imam Syafi'i dan ibunya tinggal di kota Mekkah, dekat Syi'bu al-Khaif. Di sana, sang ibu mengirimnya belajar kepada seorang guru. Sebenarnya, ibunya tidak mampu untuk membiayainya menuntut ilmu, tetapi sang guru ternyata rela tidak dibayar setelah melihat kecerdasan dan kecepatan yang dimiliki oleh Imam Syafi'I, terutama dalam menghafal. Imam Syafi'i pernah bercerita bahwasanya ketika dahulu dia belajar di al-Kuttab (sekolah tempat menghafal Al-Qur'an), dia melihat guru yang mengajar di situ membacakan ayat Alquran kepada murid-muridnya. Maka beliau pun ikut menghafalnya. Sampai ketika beliau menghafal semua yang didiktekan oleh gurunya, gurunya pun berkata kepada Imam Syafi'i ; “Tidak halal bagiku mengambil upah sedikitpun darimu.” Dan ternyata kemudian dengan segera guru itu mengangkatnya sebagai penggantinya (mengawasi murid-murid yang lain) jika dia tidak ada.
Demikianlah, sebelum menginjak usia baligh pun, Imam Syafi'i telah
diangkat menjadi seorang guru. Setelah rampung menghafal Al-Qur'an di
al-Kuttab, beliau kemudian beralih ke Masjidil Haram untuk menghadiri
majelis-majelis ilmu di sana. Sekalipun hidup dalam kemiskinan, beliau tidak
berputus asa dalam menimba ilmu. Beliau mengumpulkan pecahan tembikar, potongan
kulit, pelepah kurma, dan tulang unta untuk dipakai menulis. Sampai-sampai
tempayan-tempayan milik ibunya penuh dengan tulang-tulang, pecahan tembikar,
dan pelepah kurma yang telah bertuliskan hadits-hadits Nabi. Dan itu terjadi
pada saat beliau belum lagi berusia baligh. Sampai dikatakan bahwa beliau telah
menghafal Al-qur’an pada saat berusia 7 tahun, lalu membaca dan menghafal kitab
Al-Muwaththa' karya Imam Malik pada usia 12 tahun sebelum beliau berjumpa
langsung dengan Imam Malik di Madinah.
Peranan Ibu dalam Mendidik Anak
Imam an-Nawawi pernah menceritakan bagaimana peran
ibunda Imam Syafi'i dalam mendidik Imam Syafi'i di waktu kecil. Ibunda Imam
Syafi'i adalah seorang wanita berkecerdasan tinggi tapi miskin. Meski saat itu
Ibunda Imam Syafi'i telah ditinggal oleh suaminya, dan hidup sebatang kara, hal
itu tidak menghalangi sang ibu untuk menempatkan anaknya dalam kultur
pendidikan agama yang terbaik di Mekkah. Dalam sebuah riwayat, Ibunda Imam
Syafi’i pernah berdo’a sebagai berikut ; “Ya Allah, Tuhan
yang menguasai seluruh Alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk
berjalan jauh, menuju keridhaan-Mu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut
ilmu pengetahuan peninggalan Nabi-Mu. Oleh karena itu aku bermohon
kepada-Mu Ya Allah permudahkanlah urusannya. Berikanlah keselamatan kepadanya,
panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti
dengan dada yang penuh dengan ilmu pengetahuan yang berguna,
Aamin!”
Kesungguhan Imam Syafi'i dalam menuntut
ilmu
Meskipun dibesarkan dalam keadaan yatim dan kondisi
keluarga yang miskin, hal tersebut tidak menjadikan beliau rendah diri apalagi
malas. Sebaliknya, keadaan itu membuat beliau makin giat menuntut ilmu. Beliau
banyak berdiam di Masjid al-Haram dimana beliau menuntut ilmu pada ulamaulama
dalam berbagai bidang ilmu. Kekuatan hafalan Imam Syafi'i sangat mencengangkan.
Sampai-sampai seluruh kitab yang dibaca dapat dihafalnya. Ketika beliau membaca
satu kitab beliau berusaha menutup halaman yang kiri dengan tangan kanannya
karena khawatir akan melihat halaman yang kiri dan menghafalnya terlebih dahulu
sebelum beliau hafal halaman yang kanan. Beliau juga telah mencapai kemampuan
berbahasa yang sangat indah. Kemampuan beliau dalam menggubah syair dan
ketinggian mutu bahasanya mendapat pengakuan dan penghargaan yang sangat tinggi
oleh orang-orang alim yang sejaman dengan beliau. Demikian tinggi
prestasi-prestasi keilmuan yang telah beliau capai dalam usia yang masih sangat
belia, sehingga guru-gurunya membolehkan beliau untuk berfatwa di Masjid
al-Haram. Ketika itu beliau bahkan baru mencapai usia 15 tahun.
Wallahu ‘alamu bish-showaab
Sumber:
http://masjidandalusia.com/blog/meneladani-semangat-menuntut-ilmu-dari-imam-syafii
Nah, semoga dengan membaca artikel di atas, kalian bisa termotivasi untuk belajar sehingga kalian akan semangat bersekolah dan tentunya harapan para guru kalian tidak ketinggalan dalam mengerjakan tugas di masa pandemi ini…
Selamat belajar!
By, Pa Ahmad Rusydi
Profesi Guru BK
Silakan tonton video karya Bapa dan Bu Tuti Arawiah untuk memacu kalian giat belajar..
Puitisasi Bencana Banji Kal Sel
Komentar
Posting Komentar
Silakan berkomentar dengan sopan